5 Mitos Mengenai Garam yang Banyak Dipercaya

5 Mitos Mengenai Garam yang Banyak Dipercaya

Daftar Isi


Bagikan :


Garam adalah salah satu bumbu masakan yang pasti ada di setiap dapur dan meja makan. Rasanya yang asin membuat masakan menjadi lebih lezat dan menggugah selera. Sayangnya garam lekat dengan berbagai mitos yang membuatnya dianggap buruk bagi kesehatan. Padahal garam juga mengandung natrium yang dibutuhkan oleh tubuh. Berikut ini adalah uraian mengenai sejumlah mitos  tentang garam yang banyak dipercaya masyarakat.

 

Mitos seputar garam

1. Anda harus menghindari garam

Garam sering dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan seperti searangan jantung, tekanan darah tinggi dan masalah ginjal. Hal ini mungkin menyebabkan Anda berpikir bahwa Anda perlu mengurangi atau benar-benar menghindari garam. Namun faktanya, tubuh Anda juga memerlukan garam untuk menjaga tekanan darah tetap normal. Garam juga dibutuhkan untuk kinerja saraf dan otot.

Agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut maka solusinya adalah membatasi asupan garam agar tidak berlebihan dari kadar garam yang dianjurkan. Menurut WHO, kebutuhan garam harian yang disarankan adalah sekitar 2.400 mg atau sekitar 1 sendok teh per hari. Perlu diingat bahwa konsumsi garam bukan hanya dari garam saat memasak, namun juga camilan dan makanan kemasan yang kerap Anda konsumsi sehari-hari.

2. Setiap orang memiliki respon garam yang sama

Setiap orang merespon garam dengan cara yang berbeda. Respon ini dipengaruhi oleh usia, berat badan, hingga jenis ras. Perbedaan sensitivitas pada garam menyebabkan sejumlah penelitian mengenai efek garam bagi kesehatan terbentur pada perbedaan tesebut. Beberapa kelompok subyek penelitian tidak mengalami perubahan metabolisme saat mengonsumsi banyak garam namun sebaliknya, ada beberapa kelompok yang mengalami retensi cairan ketika mengonsumsi garam dalam jumlah sedikit.

3. Anda harus mengonsumsi garam setelah olahraga

Tubuh dapat mengeluarkan garam melalui urin dan keringat. Tak sedikit yang menyarankan Anda untuk mengonsumsi minuman energi atau larutan elektrolit untuk mengganti garam dan elektrolit yang hilang. Namun seperti dilansir dari laman Health, Anda tidak harus mengonsumsi garam sebagai pengganti asupan garam yang hilang setelah berolahraga. Untuk mengembalikan cairan yang hilang, Anda hanya perlu mengonsumsi air putih agar tubuh kembali terhidrasi.

4. Anjuran mengurangi garam hanya untuk orang tua

Banyak yang beranggapan bahwa pembatasan konsumsi garam hanya untuk orang tua khususnya yang memiliki risiko darah tinggi. Anjuran batasan konsumsi garam setiap hari berlaku bagi baik anak muda dan dewasa. Ketika tubuh kelebihan garam, maka tubuh akan menahan cairan. Kelebihan cairan ini dapat mengganggu kerja jantung, ginjal dan pembuluh darah. Risiko ini bisa dialami baik remaja hinga dewasa, meskipun orang dewasa memang memiliki risiko yang lebih besar. Untuk itu, tak ada salahnya membatasi asupan garam dalam kehidupan sehari-hari.

5. Garam Himalaya lebih sehat dibanding garam yang lain

Garam Himalaya sering dianggap lebih sehat dibandingkan garam meja atau jenis garam laut lainnya karena memiliki kandungan mineral lebih tinggi dan memiliki kandungan sodium yang lebih rendah. Faktanya, meskipun memiliki kandungan mineral lebih tinggi, namun kandungan mineral pada garam Himalaya tidak signifikan bagi tubuh. Jika Anda mencari asupan mineral yang tinggi, maka sebaiknya perbanyak asupan sayur dan buah.

 

Writer: Ratih

Edited by: dr. Nadya Hambali

Last updated: 03-August-2021